Just Give Me a Reason

Rabu, 05 November 2014

RETROSINTESIS

BAB I
PENDAHULUAN

Senyawa organik pada umumnya dihasilkan oleh organisme hidup. Dalam tubuh makhluk hidup, senyawa organik disintesis melalui proses biosintesis dan dikatalisis oleh biokatalis yg disebut enzim. Enzim ini tentu saja sangat spesifik. Biosintesis atau lebih dikenal dengan istilah metabolisme (dengan proses in vivo tentunya) sehingga produk sintesisnya dikenal dengan nama metabolit. Ada dua jenis produk metabolisme yaitu metabolit primer dan sekunder.
Kandungan senyawa organik dalam metabolit sekunder pada makhluk hidup relatif rendah, padahal kebutuhan akan senyawa-senyawa organik terus meningkat, sehingga ahli kimia organik berusaha mensintesis senyawa yang sama, mirip atau berfungsi mirip di laboratorium (in vitro). Meniru proses in vivo di laboratorium tentu sangat sulit sehingga prosesnya lebih tepat bila disebut sebagai proses semisintetik (Sitorus : 2008). Proses semisintetik mencakup transformasi metabolit primer dan sekunder menjadi senyawa lain yang lebih bermanfaat.
Di laboratorium kimia organik tentu saja ahli kimia organik sintetik sangat intens melakukan penelitian semisintetik. Demikian juga halnya ahli kimia industri telah banyak menghasilkan produk sintetik seperti : bahan-bahan farmasi, berbagai surfaktan, pupuk kimia, polimer, zat warna, pewangi dan masih banyak yang lainnya. Berbagai cara telah dilakukan oleh para ahli agar sintesis senyawa organik semakin maksimal dan semakin banyak jenis senyawa organik melalui proses sintetik. Dewasa ini telah berkembang suatu metode sintesis organik melalui pendekatan pemutusan (diskoneksi) atau pendekatan sinton atau retrosintesis.

BAB II
PENDEKATAN RETROSINTESIS

A.    Pengertian Retrosintesis
Retrosintesis adalah proses pembelahan molekul target sintesis menuju ke material start yang tersedia melalui serangkaian pemutusan ikatan (diskoneksi) dan perubahan gugus fungsi atau interkonversi gugus fungsional (IGF)
Retrosintesis merupakan teknik pemecahan masalah untuk mengubah struktur dari molekul target sintesis menjadi bahan-bahan yang lebih sederhana melalui jalur yang berakhir pada suatu material start yang sesuai dan mudah didapatkan untuk keperluan sintesis.
Dengan cara ini, struktur molekul yang akan disintesis ditentukan terlebih dahulu yang dikenal sebagai molekul target (MT). Selanjutnya MT dipecah/dipotong/diputus dengan seri diskoneksi.
Diskoneksi merupakan operasi balik suatu reaksi melalui suatu pembelahan yang dibayangkan dari suatu ikatan agar memutus molekul ke dalam material start yang mungkin. Diskoneksi seringkali tidak mudah dilaksanakan, tetapi ikatan yang diputuskan haruslah berhubungan dengan reaksi-reaksi yang dipercaya serta metodenya dapat dikerjakan di laboratorium. Dari hasil diskoneksi, akan didapatkan bahan awal (Starting Material) atau sinton yang tersedia atau disediakan melalui suatu reaksi Interkonversi Gugus Fungsi (IGF).

B.    Pedoman pendekatan diskoneksi
Pedoman yang sangat penting untuk menciptakan suatu sintesis dengan pendekatan diskoneksi adalah sebagai berikut :
1.    Analisis :
a.    Mengenal gugus fungsional dan molekul target (MT)
b.    Melakukan diskoneksi dengan metode yang berhubungan dengan reaksi-reaksi yang mungkin.
c.    Memastikan bahwa reagen pereaksi hasil pemutusan (sinton) tersedia sebagai starting Material.
2.    Sintesis :
a.    Membuat rencana berdasarkan analisis Starting Material dan kondisi sintesis.
b.    Bila tidak berhasil dalam sintesis dilakukan pengkajian ulang analisis.
     Dengan demikian hal yang mutlak harus dipahami agar sukses dalam melakukan sintesis dengan pendekatan diskoneksi adalah memahami reaksi-reaksi senyawa organik maupun jenis-jenisnya serta mekanismenya. Ada kalanya pada waktu melakukan analisis terhadap bahan awal (Starting Material) hasil diskoneksi harus diperoleh dari suatu hasil sintetik yang dikenal dengan IGF tadi, karena reaksi senyawa organik tidak lain dan tidak bukan adalah transformasi gugus fungsional.

C.    Contoh pendekatan diskoneksi
   
     Sering kali terdapat lebih dari satu analisis yang “benar” untuk sintesis suatu senyawa. Begitu pula pada senyawa (1) diatas, terdapat sedikitnya 6 cara berbeda untuk menguraikan molekul tersebut. Melalui keenam metode ini, akan dijelaskan prinsip-prinsip analisis retrosintesis serta keunggulan masing-masing jalur.

1. Analisis retrosintetik I

 Dalam analisis retrosintesis, hal pertama yang dilakukan ialah melakukan pemutusan (diskoneksi) ikatan, kemudian memberi muatan positif pada salah satu ujung ikatan yang diputuskan dan muatan negatif pada fragmen yang lain.

Diskoneksi dinyatakan dengan garis bergelombang melintasi ikatan yang akan diputus. Panah retrosintetik menyatakan alur mundur dari molekul target ke sepasang fragmen bermuatan. Fragmen bermuatan tersebut disebut dengan sinton. Pereaksi ekuivalen sinton dinyatakan dengan tanda garis datar tiga.
Secara teoritis diskoneksi ini dapat menghasilkan dua pasang fragmen bayangan. Jika belum yakin dalam meletakkan muatan positif dan negative pada kedua fragmen, maka sebaiknya tuliskan kedua pasang fragmen dengan muatan yang berbeda.
Pada kasus ini, karena oksigen lebih bersifat elektronegatif daripada karbon, maka tidaklah mudah mendapatkan pereaksi sederhana dari sinton pada jalur A. sebaliknya pada jalur B, tersedia pereaksi Grignard. Oleh karena itu, dari analisis ini tampak bahwa senyawa (1) dapat disintesis secara langsung melalui reaksi sebagai berikut :

2.    Analisis retrosintetik II
Analisis retrosintetik lain juga mungkin untuk senyawa (1) melibatkan diskoneksi ikatan karbon-karbon :

     Pada proses ini juga terdapat dua pasang fragmen terionkan yang mungkin, namun hanya jalur D yang terdapat pereaksi ekuivalen yang sederhana, yaitu pereaksi Grignard dan aldehida. Jalur sintesisnya ditunjukkan sebagai berikut :

3.    Analisis Retrosintetik III
Pada retrosintetik kali ini dan berikutnya, tidak lagi dimunculkan dua pasang sinton, namun tetap dipertimbangkan ketika memilih jalur yang tepat untuk sintesis molekul target. Retrosintetik senyawa (1) dapat dinyatakan seperti gambar di bawah ini, dengan pereaksi epoksida dan pereaksi Grignard.
Analisis Retrosintetik

Gambar 5. Analisis Retrosintetik III

Sintesis

Gambar 6. Sintesis III senyawa (1)

4.    Analisis Retrosintetik IV
     Pendekatan berbeda untuk sintesis (1) dapat didasarkan pada pengetahuan bahwa keton dapat dengan mudah direduksi menjadi alkohol sekunder dengan pereaksi seperti natrium borohidrida atau litium aluminium hidrida. Interkonversi gugus fungsi (IGF) adalah istilah yang digunakan dalam analisis retrosintetik untuk menggambarkan proses mengubah (mengonversi) satu gugus fungsi ke gugus fungsi lain, misalnya dengan oksidasi atau reduksi. Proses ini dinyatakan menggunakan tanda dengan ‘IGF’ diatasnya. Oleh karena itu bila alkohol (1) diubah menjadi keton terlebih dahulu, maka pasangan sintonnya dapat ekuivalen dengan adisi enolat dari asetofenon pada halida. Perlu diingat bahwa proton α dari gugus karbonil bersifat asam dapat ditarik oleh basa sehingga menghasilkan suatu enolat.

5.    Analisis Retrosintetik V
     Analisis lebih lanjut untuk alkohol (1) melibatkan lagi interkonversi gugus fungsi dari alkohol ke keton sebelum pemutusan ikatan karbon-karbon. Analisis ini menghasilkan sinton yang bermuatan positif pada posisi β terhadap karbonil dan sinton nukleofil karbon.

6.    Analisis Retrosintetik VI
Analisis retrosintetik ini juga memerlukan interkonversi gugus fungsi dari alkohol ke keton diikuti IGF kedua untuk membentuk keton tak jenuh-α,β. Adisi litium difenilkuprat pada dienon menghasilkan kerangka karbon yang diperlukan.

Penentuan metode sintesis yang terbaik
     Diskoneksi yang lebih dekat dengan pusat molekul biasanya menghasilkan penyederhanaan terbaik, karena itu metode 1, 2 dan 4 lebih disukai. Jumlah tahap sintesis harus dibuat sesedikit mungkin kecuali terdapat keuntungan bila digunakan IGF, yakni dapat membantu pembentukan ikatan karbon-karbon dengan rendemen yang tinggi.
Ekivalen sintetik untuk sinton-sinton lazim.
Sinton Ekivalen sintetik
R+ R-Br, R-I, R-OMs, R-OTs
R=alkil, bukan aril
R- RMgBr, RLi, LiCuR2

Pada suatu rantai hidrokarbon, pola berselang-seling antara posisi elektrofilik dan nukleofilik dapat berlanjut sepanjang rantai hidrokarbon tak jenuh dengan syarat ikatan-ikatan rangkap berada dalam keadaan terkonjugasi dengan gugus karbonil. Penulisan pola berselang-seling muatan bayangan atau ‘kepolaran laten’ pada molekul target dapat sangat membantu dalam mengenali sinton potensial.
Pada molekul target yang memiliki lebih dari satu substituent atau gugus fungsi, sintesis harus dirancang dengan mempertimbangkan posisi akhir dari gugus fungsi tersebut. Untuk senyawa 1,3-disubstitusi dan 1,5-disubstitusi, kepolaran laten terhadap kedua gugus fungsi tersebut berimpit. Hubungan yang bersesuaian di antara kepolaran-kepolaran laten yang berimpit ini dikenal sebagai pola konsonan. Hal yang demikian dapat mempermudah dalam analisis retrosintesisnya.

     Namun pada senyawa 1,4-dikarbonil, pola muatan laten tidak saling berimpit. Hubungan ini disebut disonan. Oleh karena itu kita memerlukan pereaksi yang tidak mengikuti kepolaran normal. Istilah bahasa Jerman umpolung digunakan untuk menggambarkan keadaan semacam ini, yakni ketika kita harus menggunakan sinton dengan kepolaran yang berlawanan dengan kepolaran normal dari gugus fungsi yang diperlukan.


BAB III
PENUTUP

     Diskoneksi pada hakekatnya adalah merupakan kebalikan langkah sintetik atau reaksi senyawa organic. Ikatan yang didiskoneksi adalah yang diyakini reaksi tersebut dapat berlangsung berdasarkan kaedah –kaedah dan jenis-jenis reaksi yang mungkin.



DAFTAR PUSTAKA

Sitorus, Marham, 2008, Kimia Organik Fisik, Graha Ilmu, Yogyakarta
Willis, C.L., 2004, Sintesis Organik, Penerjemah : Marcellino Rudyanto, Airlangga University Press, Surabaya.

1 komentar:

'Silahkan Berkomentar menggunakan Hati Nurani dan Tidak mengandung Unsur SARA, SEX dan POLITIK"